Kematian sebagai
Peringatan
Penulis: Al
Ustadz Muhammad Umar As Sewed
Makna
Kehidupan
Banyak manusia
yang tidak memahami arti kehidupan. Mereka hanya berlomba-lomba untuk
mendapatkan kesenangan-kesenangan hidup duniawi. Slogan-slogan mereka adalah
memuaskan hawa nafsunya, "Yang Penting Puas". Prinsip dan misi mereka adalah
bagaimana mereka dapat menikmati kehidupan, seakan-akan mereka tumbuh dari
biji-bijian, kemudian menguning dan mati tanpa ada kebangkitan, perhitungan dan
hisab.
Milik siapakah
mereka? Apakah mereka tercipta begitu saja? Ataukah mereka yang menciptakan diri
mereka sendiri?
أَمْ خُلِقُوْا
مِنْ غَيْرِ شَيْئٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُوْنَ؟
Apakah mereka
diciptakan tanpa sesuatu ataukah mereka yang menciptakan? (ath-Thuur:
35)
Allah menciptakan
kita, memberikan kepada kita kehidupan adalah untuk suatu tujuan dan tidak
sia-sia:
أَيَحْسَبُ
اْلإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
Apakah manusia
mengira, bahwa ia akan dibiarkan sia-sia? (al-Qiyamah: 36)
Berkata Imam
Syafi'i (ketika menafsirkan ayat ini): "Makna sia-sia adalah tanpa ada perintah,
tanpa ada larangan." (Tafsirul Qur`anil 'Azhim, Ibnu Katsir, jilid 4, cet.
Maktabah Darus Salam, 1413 H hal. 478)
Jadi manusia
hidup tidak sia-sia, mereka memiliki aturan, hukum-hukum, syariat, perintah dan
larangan, tidak bebas begitu saja apa yang dia suka dia lakukan, apa yang dia
tidak suka dia tinggalkan.
Hidup dan Mati
Adalah Ujian
Setiap yang hidup
pasti akan merasakan kematian. Allah jalla jalaaluh menjadikan kehidupan dan
kematian sebagai ujian. Siapa di antara manusia yang terbaik
amalannya?
الَّذِيْ خَلَقَ
الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلَُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ
عَمَلاً
(Dialah) yang
menjadikan mati dan hidup, agar Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (al-Mulk:
2)
Fudhail bin Iyadh
berkata: "Amalan yang paling baik adalah yang paling ikhlas dan yang paling
sesuai dengan sunnah". (Iqadhul Himam al-muntaqa min Jami'il Ulum wal Hikam,
Syaikh Salim 'Ied al-Hilali, hal. 35)
Kita hidup di
dunia adalah untuk diuji, siapa yang paling ikhlas amalannya hanya murni untuk
Allah semata dan siapa yang paling sesuai dengan sunnah rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam.
Oleh karena itu
kita perlu memperhatikan apa makna kehidupan dan apa makna
kematian?
Saudaraku-saudaraku kaum muslimin, sesungguhnya Allah
menciptakan kita adalah untuk satu tugas yang mulia yaitu beribadah hanya
kepada-Nya. Allah turunkan kitab-kitabnya, Allah mengutus rasul-rasul?Nya adalah
untuk misi ini.
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنَ
Dan tidaklah aku
ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (adz-Dzariyat:
56)
Sehingga hidup
kita ini tidaklah sia-sia, melainkan kehidupan sementara yang sarat akan makna
dan kelak akan ditanya tentang apa yang kita perbuat di dunia
ini.
Kehidupan di
dunia hanya sementara
Ingatlah,
kehidupan ini hanya sebentar. Pada saatnya nanti kita akan memasuki alam kubur
(alam barzakh) sampai datangnya hari kebangkitan. Lalu kita akan dikumpulkan di
padang mahsyar, setelah itu kita menghadapi hari perhitungan (hisab). Dan kita
akan menerima keputusan dari Allah, apakah kita akan bahagia dalam surga ataukah
akan sengsara dalam neraka.
Kehidupan
setelah mati ini merupakan kehidupan panjang yang tidak terhingga. Kehidupan ini
disebutkan dalam al-Qur`an dengan istilah خالدين فيها (kekal di dalamnya) atau
dengan أبدا (selama- lamanya) atau dengan istilah لا ينقطع (tidak akan
terputus).
Sehari dalam
kehidupan akhirat adalah lima puluh ribu tahun kehidupan di dunia. Maka kita
bisa lihat betapa pendeknya kehidupan manusia yang tidak ada sepersekian puluh
ribu dari hari kehidupan akhirat. Berapa umur manusia yang terpanjang dan berapa
yang sudah kita jalani? Itu pun kalau kita anggap umur yang terpanjang,
sedangkan ajal kita tidak tahu, mungkin esok atau lusa.
Oleh karena itu
seorang yang berakal sehat akan lebih mementingkan kehidupan yang panjang ini.
Seorang yang cerdas akan menjadikan kehidupan dunia sebagai kesempatan untuk
meraih kebahagiaan hidup di akhirat yang abadi.
وَابْتَغِ
فِيْمَآ ءَاتَاكَ اللهُ الدَّارَ اْلأَخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا
Dan carilah
dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi... (al-Qashash:
77)
Namun kebanyakan
manusia lalai dari peringatan Allah di atas. Mereka lebih mementingkan
kenikmatan dunia yang hanya sesaat dan lupa terhadap kehidupan akhirat yang
kekal.
بَلْ
تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَاْلأَخرَاةُ خَيْرٌ
وَأَبْقَى
Tetapi kalian
memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal. (al-A'laa: 16-17)
Allah hanya
meminta kepada kita dalam kehidupan yang pendek ini untuk beribadah kepada-Nya
semata dengan cara yang diajarkan oleh Rasul-Nya. Hanya itu. Kemudian Allah akan
berikan kepada kita kebaikan yang besar di kehidupan yang panjang yaitu
kehidupan akhirat
Kematian adalah
pasti
Alangkah bodohnya
kalau kita lebih mementingkan kesenangan sesaat dengan melupakan kehidupan abadi
di akhirat nanti. Alangkah bodohnya manusia yang membuang kesempatan
kehidupannya di dunia hingga kematian menjemputnya. Padahal Allah selalu
memperingatkan dalam berbagai ayat-Nya bahwa kematian pasti akan datang dan tak
tentu waktunya. Jika ia datang tidak akan bisa dimajukan dan dimundurkan. Allah
'azza wa jalla berfirman:
لِكُلِّ أُمَّةٍ
أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَلاَ
يَسْتَقْدِمُوْنَ
Tiap-tiap umat
memiliki ajal (batas waktu); maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak
akan dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya.
(al-A'raaf: 34)
كُلُّ نَفْسٍ
ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
Tiap-tiap yang
mempunyai jiwa akan merasakan kematian. Dan sesungguhnya pada hari kiamat
sajalah disempurnakan pahala kalian. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia
tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Ali Imran:
185)
Untuk itu Allah
dan rasul-Nya memberikan wasiat kepada kita agar jangan sampai mati kecuali
dalam keadaan muslim (berserah diri).
يَآ أَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hai orang-orang
yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa
kepada-Nya dan janganlah kalian mati melainkan kalian mati dalam keadaan Islam.
(Ali Imran: 102)
Dengan demikian
berarti kita harus selalu meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kita, sehingga
ketika datang kematian kita dalam keadaan Islam.
Ibnu Katsir
berkata: "Beribadah kepada Allah adalah dengan taat menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Inilah agama Islam karena makna Islam adalah pasrah dan
menyerah diri kepada Allah... yang tentunya mengandung setinggi-tingginya
keterikatan, perendahan diri dan ketundukan". (lihat Fathul Majid, Abdur Rahman
bin Hasan Alu Syaih hal 14) Yakni kita diperintahkan untuk pasrah dan menyerah
kepada Allah. Diri kita dan seluruh anggota badan kita adalah milik Allah, maka
serahkanlah kepada-Nya.
"Ya Allah kami
hamba-Mu, milik-Mu, Engkau yang menciptakan kami dan memberikan segala kebutuhan
kami. Kami menyerahkan diri kami kepada-Mu, kami pasrah dan menyerah untuk
diatur, dihukumi, diperintah dan dilarang. Kami taat, tunduk, patuh karena kami
adalah milikmu."
Inilah makna
Islam sebagaimana terkandung secara makna dalam sayyidul
istighfar:
أََللَّهُمَّ
أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا
عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا سْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ
أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْلِيْ
فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
Ya Allah Engkau
adalah Rabb-ku, tidak ada ilah (yang patut disembah) kecuali Engkau, Engkau yang
menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku di atas janjiku kepada-Mu semampuku.
Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa yang aku perbuat. Aku mengakui
untuk-Mu dengan kenikmatan-Mu atasku. Dan aku mengakui dosa-dosaku terhadap-Mu,
maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa
kecuali Engkau. (HR. Bukhari, juz 7/150)
Tidaklah
seseorang meminta ampun kepada Allah dengan doa ini kecuali akan
diampuni.
Dengan ikrar dan
pernyataan kita tersebut, kita sadar bahwa semua anggota badan kita adalah milik
Allah. Untuk itu harus digunakan sesuai dengan kehendak pemiliknya. Kita harus
menggunakan tangan kita sesuai dengan kehendak Allah. Kita harus menggunakan
kaki kita untuk berjalan di jalan yang diridhai Allah. Mata, lisan dan telinga
kita harus dipakai pada apa yang dibolehkan oleh Allah karena pada hakekatnya
semua itu milik Allah.
Siapakah yang
lebih jahat dari orang yang menggunakan sesuatu milik Allah untuk menentang
Allah? Sungguh semua itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dan akan
ditanyakan langsung pada anggota badan tersebut. Mereka (anggota badan tersebut)
akan menjawab dengan jujur di hadapan Allah untuk apa mereka
digunakan.
وَلاَ تَقْفُ مَا
لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ
كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawabannya. (al-Isra': 36)
Kematian sebagai
peringatan
Ayat-ayat dalam
alQur`an yang menceritakan tentang kematian terlalu banyak. Dan tidak ada
seorang pun yang mengingkari akan terjadinya kematian ini. Namun mengapa
kebanyakan mereka tidak menjadikan kematian sebagai peringatan agar bersiap-siap
menuju kehidupan abadi dengan kebahagiaan di dalam surga. Sesungguhnya manusia
yang paling bodoh adalah manusia yang tidak dapat menjadikan kematian sebagai
peringatan. Dikatakan dalam sebuah nasehat:
مَنْ أَرَادَ
وَلِيًّا فاللهُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ
قُدْوَةً فَالرَّسُوْلُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ
هُدًى فَالْقُرْآنُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ
مَوْعِظَةً فَالْمَوْتُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ لاَ
يَكْفِيْهِ ذَلِكَ فَالنَّارُ يَكْفِيْهِ
Barangsiapa yang
menginginkan pelindung, maka Allah cukup baginya.
Barangsiapa yang
menginginkan teladan, maka Rasulullah cukup baginya.
Barangsiapa yang
menginginkan pedoman hidup, maka al-Qur`an cukup baginya.
Barangsiapa yang
menginginkan peringatan maka kematian cukup baginya.
Dan barangsiapa
tidak cukup dengan semua itu, maka neraka cukup baginya.
Saat ini wahai
kaum muslimin, kita masih mempunyai peluang dan kesempatan, maka sekarang juga
kita harus memanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk taat kepada rabb kita. Waktu
ini bagaikan pedang, jika kita tidak mengisinya maka ia akan menikam kita.
Sebagaimana dikatakan oleh para salaf:
اَلْوَقْتُ
كَالسَّيْفِ إِنْ لَمْ تُقَطِّعْهُ قَطَّعْكَ.
Waktu itu
bagaikan pedang, jika engkau tidak memutusnya (mengisinya) maka dia yang akan
memutusmu (menghilangkan kesempatanmu).
Jika ia tidak
cepat dimanfaatkan dia akan membunuh kesempatan kita.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
نِعْمَتَانِ
مَغْبُوْنٌُ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: اَلصِّحَّةُ
وَالْفَرَاغُ.
Dua kenikmatan
yang kebanyakan manusia lalai daripadanya: nikmat kesehatan dan nikmat
kesempatan. (HR. Bukhari)
Kesempatan adalah
suatu kenikmatan besar yang Allah berikan kepada manusia. Namun sayang,
kebanyakan manusia lalai daripadanya dan tidak menggunakan kenikmatan tersebut
untuk taat kepada Allah, hingga kesempatan itu hilang dengan datangnya
kematian.
(Dikutip dari
buletin Manhaj Salaf, Edisi: 55/Th. II, tgl 21 Shafar 1426 H, penulis Al Ustadz
Muhammad Umar As Sewed)