Kajian bersama al Ustadz Usamah Faishal Mahri Hafizhahullah
Dari 'Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا berkata :"Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan agar dibangun masjid di kampung-kampung, dan agar mesjid itu dibersihkan dan diwangikan" Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi, dan Beliau shahihkan mursalnya.
Hadits menunjukkan bahwa keutamaan membangun masjid adalah fardhu kifayah, jika sebagian telah melaksanakan maka telah mencukupi dari yang lain.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Barang siapa membangun masjid maka Allah bangunkan untuknya rumah di surga"
Hadits di shahih muslim.
Salah satu penilaian dalam membangun rumah agar dilihat kedekatan rumah itu dengan masjid, agar mudah berjama'ah shalat lima waktu.
Orang arab mengatakan : "tetangga itu sebelum rumah", artinya sebelum kamu memilih rumah, lihat kanan kirimu, tetanggamu terutama tetangga masjid.
Bahwa bangunan masjid wajib di setiap perkampungan dari perkampungan kaum muslimin, hanya saja para 'ulama sebutkan perkaranya relatif , artinya dilihat dari besar atau kecilnya perkampungan (kepadatan), tapi yang dikehendaki adalah mudah atau tidaknya muslimin mendatangi masjid.
Hadits pula mengajarkan syariat untuk mensucikan dan membersihkan mesjid :
1. Wajib hukumnya disucikan dari segala yang kotor apalagi yang najis, seperti yang Rasulullah sabdakan :"ketika orang badui kencing di masjid, Rasulullah perintahkan siramlah air satu ember ke tempat yang dia kencingi, berarti disucikan dari segala yang najis". Karena itulah Allah berfirman di surat al baqarah 125 : "sucikan rumahku (masjid) bagi orang yang thawaf, itikaf, shalat, ruku dan sujud"
2. Disucikan dari segala yang mengganggu tetapi tidak sampai najis maka ini sunnah. Segala yang mengganggu tetapi tidak sampai pada tingkatan najis/menjijikan, yaitu segala yang kotor, misal kertas yang kotor, daun yang jatuh, maka diambil dan dibersihkan. Kecuali sampai mengganggu, misal roti yang membusuk maka wajib untuk dibersihkan walaupun dia tidak najis.
Hadis pula menunjukkan perintah untuk mewangikan masjid dengan pewangi yang ada. Kalau di arab biasa menggunakan asap wangi yang dinamakan bukhur (dupa).
Jika aroma-aroma jelek dilarang di masjid karena mengganggu, maka yang wangi diperintahkan, karena itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang yang makan bawang ke masjid karena aromanya mengganggu (busuk).
Ada sesuatu yang perlu diluruskan, bahwa ketika kita masuk masjid tidak mencium apa-apa, dan ini menyalahi sunnah, karena sunnahnya masjid diwangikan (semampunya). Wanginya masjid memiliki pengaruh ke kejiwaan sehingga menjadi lebih tenang dan khusyu dalam shalat.
❓Apakah wajib penduduk di perkampungan shalat di masjid mereka sendiri (dari hadits ini)?
Tentunya kalau diwajibkan itu berat kalau penduduk kampung harus shalat di masjidnya sendiri, karena orang di posisi dimana? itu sangat memberatkan
✅Yang jelas sunnahnya, setiap perkampungan kaum muslimin, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam perintahkan agar mereka membangun masjid agar lebih leluasa untuk shalat
Di masa belakangan ini, bangunan masjid menjadi perlombaan dan saling adu fasilitas dan yang mereka punya bahkan seringnya ada persaingan yang tidak sehat. Walhasil, orang terkadang hanya memikirkan bangunan fisik dan materi tanpa ingat dan peduli yang jauh lebih manfaat dari itu berupa pembekalan ilmu yang bermanfaat, pendidikan amal shaleh dan tarbiyah yang baik.
Audio Kajian (Klik untuk mendengarkan)
Kajian bersama al Ustadz Usamah Faishal Mahri Hafizhahullah
2. Bulughul Maram Bab Masjid-Masjid (Audio)
Penjelasan :
Setan ketika menyeret seseorang kepada kemusyrikan tidaklah langsung, akan tetapi diseret pelan-pelan sampai nanti pada akhirnya orang yang mati akan diibadahi selain Allah. Dengan demikian bangunan masjid di kuburan menjadi kabair dzunub (dosa yang sangat besar) karena itu wasilah yang mengantar orang kepada syirik kepada Allah. Kalau wasilahnya saja sudah sangat besar dosanya di sisi Allah terlebih-lebih lagi tujuannya tentu lebih besar lagi dosanya.
Di sisi lain yang lebih menguatkan, bahwa itu haram dan dosa besar adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sifati pelakunya dengan شِرَارُ الْخَلْقِ (sejelek-jelek makhluk di sisi Allah artinya tidak ada makhluk yang lebih jelek/bejat/rusak dari dia). Padahal tampaknya orang yang gemar ibadah/taat/khusyu tapi tanpa dia sadari dia telah mengikuti langkah-langkah setan kepada kemusyrikan kepada Allah
2️⃣ Membangun masjid di kuburan berarti menyerupai yahudi dan nashara karena itu kebiasaan mereka. Ada padanya keserupaan dengan yahudi dan nashara. Itulah yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sabdakan dalam haditsnya :"Sungguh kalian akan mengikuti jalan/ajaran umat-umat terdahulu sebelum kalian (yahudi dan nashara)" Tidaklah yahudi dan nashara melakukan sesuatu kecuali akan kalian ikuti. Sampai mereka membangun masjid di kuburan orang shaleh merekapun kalian tiru.
3️⃣ Wajibnya menghancurkan masjid yang dibangun di atas kuburan, tetapi yang perlu diperhatikan disini bahwa yang berwenang adalah penguasa/pemerintah. Itu tanggung jawab/kewajiban mereka. Karena kalau individu atau sekelompok muslimin yang melakukan, akan terjadi fitnah/pertikaian/pertumpahan darah dan itu tidak diinginkan oleh syariat.
Penghancuran masjid yang dibangun di atas kuburanyang berwenang adalah penguasa/pemerintah karena :
1️⃣ Bangunan itu dosa besar, tidak boleh dibiarkan dan harus dihentikan
2️⃣ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk masjid dhirar (masjid yang dibangun oleh munafiqin) dihancurkan untuk memata-mati/memecah belah/memadharatkan kaum muslimin dan merusak masjid yang ada dari masjid-masjid kaum muslimin. Karena itu membawa mafsadah maka diperintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, padahal tidak ada kuburnya disitu. Apalagi ini tingkatan dosanya jauh lebih besar, karena syirik dosa yang paling besar sehingga Allah berfirman :
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik"
Yang ditekankan disini adalah yang mempunyai kekuasaan, karena pada kenyataannya bukan yang berkuasa akan membawa mafsadah besar.
Di beberapa tempat, tidak seberapa jelas pelakunya, di iran kuburan-kuburan banyak sekali dibangun megah sedemikian rupa, kuburannya husain, kuburannya fulan, ... dan seterusnya, masjid yang begitu mewah dihancurkan (dibom) , siapa pelakunya? wallahu 'a'lam,... entah teroris atau siapa, cuma mereka orang-orang syi'ah tuduhannya tidak lain, ini pasti Ahlus Sunnah yang melakukan.
❓Apa balasan mereka
Masjid-masjid ahlus sunnah dihancurkan/diporakporandakan, bahkan sekian ratus/ribu kaum muslimin dibunuh oleh mereka atas apa yang terjadi. (Kuburan dihancurkan, sebagai balasannya masjid yang dibangun untuk ibadah kepada Allah dihancurkan oleh mereka, bahkan umat islam sekian banyak menjadi korbannya). Maka kalau seperti itu ke kejadiannya, seperti yang difatwakan para ulama sekarang tidak usah dihancurkan kuburan-kuburan yang dibangun masjid padanya, bukan karena dibenarkan tetapi melihat dampaknya, karena nyawa seorang muslim jauh lebih berharga dibandingkan kuburan tersebut. Kehormatan suatu masjid lebih berharga dibandingkan kuburan itu.
Permasalahan yang dibahas para fuqaha jika seseorang kemudian sholat di masjid tersebut (yang dibangun padanya kuburan), sholatnya sah atau tidak?Teranggap telah menunaikan shalat atau tidak?
Khilaf di kalangan para ulama. Ada yang mengatakan sah shalatnya, kata mereka karena yang haram yang dilarang membangun masjid dan itu terpisah dari urusan shalat. Shalatnya seperti layaknya shalat, dari takbir hingga salam. Tidak ada urusan dengan tempat itu. Dan ditambah lagi bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ada riwayat dari beliau yang melarang shalat di masjid yang dibangun di atas kuburan.
Pendapat lain di kalangan para ulama mengatakan shalat di situ tidak sah, mereka katakan karena itu larangan difahami dari luzum artinya shalat di masjid tersebut bisa menjadi wasilah untuk ibadah kepada kuburan maka dilarang karena wasilah itu dan jika itu dilarang jika dilakukan berarti menentang Allah dan Rasul-Nya.
Apalagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Barang siapa yang beramal tanpa bimbingan kami, maka itu tertolak"
Dan sholat di kubur bukan dari ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kalau dia memaksakan diri shalat disitu berarti dia menyalahi dan melanggar yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam ajarkan. Maka dengan itu tidak sah shalatnya dan pendapat ke 2 ini yang lebih dekat kepada dalil/kebenaran. Shalatnya sangat dikhawatirkan tidak sah di situ. Terlebih-lebih lagi kalau yang shalat ini tokoh di masyarakat (jadi panutan), karena akan menjadi fitanah, orang akan berkata :" itu buktinya fulan yang dikenal alim dan ngerti agama shalat disit, maka mereka akan mengikuti dan banyak yang berpegangan dengan itu". Maka yang dia (tokoh panutan) perbuat lebih berat dosanya.
Maka yang lebih baik orang menjauh dan menghindar dari shalat di masjid yang didirikan di atas kuburan.
Hadits ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam katakan ini yang dimaukan ketika kuburan itu ada di dalam bangunan baik di depan, samping, belakang masjid. Maka itu yang dimaksud. Adapun jika itu terpisah, tidak termasuk dalam pembahasan. Terpisah dengan sesuatu misal dengan jalan, sungai, atau apa saja. Misal masjid, di belakang masjid ada jalan kampung, setelah jalan kampung ada kuburan, maka ini tidak termasuk, karena terpisah atau tidak terlihat di dalam masjid.
Sebagian orang berdalih dengan masjid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa kuburan beliau ada di dalam masjid, berarti boleh...? shalat disitu?
Jawaban para ulama terkait ini :
📌Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, kuburan beliau tidak di dalam masjid tetapi terpisah di dalam rumah. (Terpisah dari masjid nabawi). Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencela/melarang keras orang membangun masjid di atas kuburan seperti hadits ini. Dan beliau berdoa kepada Allah sebelum meninggalnya :
"Ya Allah, jangan Engkau jadikan kuburanku sebagai tempat ibadah"
Permasalahan yang dibahas para fuqaha jika seseorang kemudian sholat di masjid tersebut (yang dibangun padanya kuburan), sholatnya sah atau tidak? Teranggap telah menunaikan shalat atau tidak?
Khilaf di kalangan para ulama. Ada yang mengatakan sah shalatnya, kata mereka karena yang haram yang dilarang membangun masjid dan itu terpisah dari urusan shalat. Shalatnya seperti layaknya shalat, dari takbir hingga salam. Tidak ada urusan dengan tempat itu. Dan ditambah lagi bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ada riwayat dari beliau yang melarang shalat di masjid yang dibangun di atas kuburan.
Pendapat lain di kalangan para ulama mengatakan shalat di situ tidak sah, mereka katakan karena itu larangan difahami dari luzum artinya shalat di masjid tersebut bisa menjadi wasilah untuk ibadah kepada kuburan maka dilarang karena wasilah itu dan jika itu dilarang jika dilakukan berarti menentang Allah dan Rasul-Nya.
Apalagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Barang siapa yang beramal tanpa bimbingan kami, maka itu tertolak"
Dan sholat di kubur bukan dari ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kalau dia memaksakan diri shalat disitu berarti dia menyalahi dan melanggar yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam ajarkan. Maka dengan itu tidak sah shalatnya dan pendapat ke 2 ini yang lebih dekat kepada dalil/kebenaran. Shalatnya sangat dikhawatirkan tidak sah di situ. Terlebih-lebih lagi kalau yang shalat ini tokoh di masyarakat (jadi panutan), karena akan menjadi fitnah, orang akan berkata :" itu buktinya fulan yang dikenal alim dan ngerti agama shalat disitu, maka mereka akan mengikuti dan banyak yang berpegangan dengan itu". Maka yang dia (tokoh panutan) perbuat lebih berat dosanya.
Maka yang lebih baik orang menjauh dan menghindar dari shalat di masjid yang didirikan di atas kuburan.
Hadits ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam katakan ini yang dimaukan ketika kuburan itu ada di dalam bangunan baik di depan, samping, belakang masjid. Maka itu yang dimaksud. Adapun jika itu terpisah, tidak termasuk dalam pembahasan. Terpisah dengan sesuatu misal dengan jalan, sungai, atau apa saja. Misal masjid, di belakang masjid ada jalan kampung, setelah jalan kampung ada kuburan, maka ini tidak termasuk, karena terpisah atau tidak terlihat di dalam masjid.
Sebagian orang berdalih dengan masjid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa kuburan beliau ada di dalam masjid, berarti boleh...? shalat disitu?
Jawaban para ulama terkait ini :
📌Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, kuburan beliau tidak di dalam masjid tetapi terpisah di dalam rumah. (Terpisah dari masjid nabawi). Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencela/melarang keras orang membangun masjid di atas kuburan seperti hadits ini. Dan beliau berdoa kepada Allah sebelum meninggalnya :
"Ya Allah, jangan Engkau jadikan kuburanku sebagai tempat ibadah"
Orang datang ke situ tiap tanggal sekian, diperingati, doa di situ, ibadah, minta-minta, shalat, baca al qur'an..... Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berlindung diri kepada Allah minta agar tidak dijadikan kuburan beliau seperti itu karena menyalahi perintah Allah. Dan ini meluruskan riwayat lemah bahkan palsu yang menyatakan :
"Antara kuburku dan mimbarku taman (raudhah) dari taman-taman surga"
Raudhah, maklum di masjid nabawi. Karpetnya pun dibedakan, karpet di masjid nabawi semuanya merah, kecuali wilayah raudhah karpetnya putih hijau .
Bahwa lafadz ini (antara kuburku dan mimbarku) taman dari taman-taman surga ini tidak benar.
Yang benar adalah lafadz:
"Antara rumahku dan mimbarku" karena itu rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bukan kuburan ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam khabarkan itu.
3. Bulughul Maram Bab Masjid-Masjid (Audio)
Kajian bersama al Ustadz Usamah Faishal Mahri Hafizhahullah
Di riwayat Bukhari disebutkan secara mu'allaq dengan shighat ta'liq bahwa Anas bahwa Anas setelah meriwayatkan ini beliau katakan :"begitulah mereka berlomba-lomba/membangga banggakan masjidnya masing-masing tetapi tidak memakmurkan masjid tersebut kecuali sedikit dari mereka".
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : لا تَقُومُ السَّاعَةُ (tidak akan terjadi hari kiamat/kebangkitan) yang dimaksud dalam hadits ini apakah perkara membangga-banggakan masjid menjadi tanda dari tanda-tanda kiamat, mungkin menjadi isyarat tetapi tidak begitu jelas, karena umat ini sudah semenjak lama jatuh dalam perkara membangga-banggakan masjid (bangunan fisiknya) maka yang dikehendaki dalam hadits-hadits yang semacam ini, maknanya bahwa bukan tanda dekatnya kiamat tetapi yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maksud, kiamat itu tidak akan ada sampai ini semua terjadi. Maka ini tentunya adalah salah satu tanda kenabian, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebutkan perkara ghaib yang belum terjadi di masa itu akan tetapi terjadi pada masa-masa belakangan, persis yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kabarkan. Sama seperti hadits Muslim :"Tidak akan terjadi kiamat sampai negeri arab itu penuh dengan sungai-sungai, subur, ..." yang sebelumnya gersang, kering kerontang, gurun pasir yang ada, .. tapi nanti tidak akan terjadi kiamat sampai negeri mereka makmur dan banyak sungai padanya. Maka sama seperti hadits ini pula.
Hadits menunjukkan tentang adanya kiamat, haq. Seperti dalam do'a yang masyhur :
"dan kiamat adalah haq (pasti terjadi)". Dan salah satu rukun iman kita mengimani hari akhir sebagaimana tersebutkan dalam Al Qur'an, As Sunnah dan ijma kaum muslimin. Maka yang mengingkarinya telah kufur kepada Allah, karena Allah jelaskan itu dalam Al Qur'an, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebutkan dalam sunnahnya dan muslimin semenjak dahulu sepakat yakin itu ada. Maka yang mengingkarinya telah mendustakan semua itu dan pendustaan adalah bentuk kekufuran kepada Allah.
Hadits juga menjelaskan kepada kita yang afdhal tidak boleh orang itu membangga banggakan masjid dan itu kita ketahui karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan dalam bentuk celaan, menunjukkan lemahnya iman pelakunya karena semacam ini konteksnya konteks celaan (tidak akan terjadi kiamat sampai ini terjadi) dan itu celaan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan lebih jelas dalam riwayat kedua nanti, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi salam tidak diperintah untuk memegahkan masjid.
Ini menunjukkan kepada kita 2 faedah :
1. Segala yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan semua yang beliau ajarkan kepada umatnya adalah dari Allah, bukan dari beliau sendiri. Maka tidak ada yang kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membawa sesuatu dari dirinya sendiri, berbeda/menyalahi yang Allah perintahkan kepada beliau. Beliau hanya mengikuti wahyu yang diturunkan kepada beliau. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :"Aku hanya mengikuti yang diwahyukan kepadaku"
2. Beliau manusia biasa sebagaimana hamba-hamba Allah lainnya, diperintah dan dilarang oleh Allah sebagaimana hamba-hamba Allah lainnya. Diperintah menjalankan shalat, zakat, puasa dan lain sebagainya. Dilarang untuk zina, syirik dan lain sebagainya. Bahkan lebih jelas di dalam Surat Al Kahfi :"Katakan, aku ini manusia seperti kalian ..." Dibuktikan hal ini dari sisi kemanusian beliau, seperti lupa (beliau pernah shalat 4 rakaat tapi dikerjakan 2 rakaat), ... maka beliau katakan :" aku lupa sebagaimana kalian lupa, ... menunjukkan beliau manusia". Begitupula di perang uhud, beliau terkena panah. Anak panah itu masuk ke hingga menanggalkan gigi beliau, kemudian ditarik oleh sahabat kemudian dihisap darah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan menunjukkan bahwa beliau memang manusia. Karena kalau bukan manusia atau tahu yang gaib maka tidak akan pernah terkena panah. Hanya saja beliau dimuliakan oleh Allah dengan wahyu yang turun kepada beliau. Dimuliakan dengan risalah. Diamanati untuk menyampaikan syariat Allah subhanahu wa ta'ala kepada umatnya. Maka beliau antara Rasul dan manusia. Artinya : derajat beliau tidak lebih rendah dari seorang manusia, membantah seperti kaum yahudi dan yang bersama mereka yang mencela Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahwa beliau adalah penyihir, pendusta, anak zina (sebagaimana ucapan yahudi kepada Isa bin Maryam 'alaihis salam), tetapi juga tidak lebih atas dari Rasul. Tingkatan termulia beliau adalah Rasulullah, untuk membantah orang-orang seperti nasrani dan yang bersamanya, sehingga menuhankan Rasul , diyakini tahu segalanya, diyakini mengatur alam semesta, menghidupkan, mematikan, dari sifat-sifat Allah subhanahu wa ta'ala. Itu semua adalah kesesatan.
Hal ini menunjukkan kalau memang memegahkan masjid itu baik, pasti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diperintah oleh Allah, karena setiap kebaikan pasti beliau diperintah oleh Allah, karena setiap kebaikan pasti beliau diperintah dan akan beliau ajarkan kepada umatnya. Tetapi karena itu tidak ada baiknya maka Allah tidak memerintahkan kepada beliau.
3. Hadits ini pula mengajarkan kalau masjid itu dibangun dengan tawadhu. Yang penting masjid itu bersih, kuat, mencukupi. Orang jahil akan berkata :"bagaimana...? muslimin koq tidak peduli dengan rumah ibadahnya sendiri,....lihatlah orang-orang kristen....membangun gereja dengan megah, besar, dan lux luar bisa, ...masa muslim kalah...., malu menjadi umat islam,...masjidnya seperti itu. Ini adalah perkataan orang bodoh yang tidak mengerti agama, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :" Aku tidak diperintah untuk memegahkan masjid" karena tujuan pembangunan masjid bukan untuk megah-megahan akan tetapi untuk ibadah, sholat, dimakmurkan dengan ibadah, ketaatan, ilmu dan amal shaleh. Sebagian lain menyebutkan : " ... rumah kamu sendiri kamu megahkan, tingkat dan sebagainya..., masa rumah Allah,....kamu tidak ada perhatiannya sama sekali....?
Agama tidak mengikuti akal pikiran kita tetapi syariat ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang diinginkan adalah tawadhu, yang penting kuat. Makanya para ulama sebutkan :"beda antara megah-megahan dengan menguatkan, artinya apabila tujuannya supaya kuat, maka tidak termasuk dalam celaan ini", misalnya kayu untuk kusen atau jendela/pintu terbuat dari jenis kayu yang kuat (seperti kamper, jati), atau dari pemilihan jenis semen yang kuat dan sebagainya walaupun biaya yang dikeluarkan lebih mahal maka diperbolehkan oleh para ulama. Adapun apabila tujuannya untuk sesuatu yang tidak ada gunanya maka tidak diperbolehkan, misal dari sisi nilai arsiteknya, seninya, lekukan bangunannya didesain sedemikian rupa, warna warni bangunannya. Semoga Allah memberi hidayah kepada saudara-saudara kita muslimin.
Dan kamu perhatikan seperti perkataan Anas radhiyallahu 'anhu :"masjid-masjid semacam itu hampir-hampir tidak ada kemakmurannya".
Tidak dimakmurkan dengan ibadah dan ketaatan, tetapi mereka semata-mata membangga banggakan bangunan lahiriahnya, seperti kubahnya dilapisi emas. Sementara tetangganya kanan, kiri adalah orang-orang miskin bahkan untuk makan aja belum tentu bisa. Bahkan masjidnya ditutup karena ketika engkau lewat mungkin dhuhur, ashar tidak bisa shalat karena ditutup. Lalu apa manfaatnya? La haula wa la quwwata illa billah.
Tercela dan dilarang oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam.
Walhasil, segala yang melampaui batas, kemewahan, melebihi batas bukan dari ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Masjid rasulullah...? bahkan atapnya pelepah kurma, lantainya tanah/pasir kalau malam gerimis/hujan shalat subuh,.... sahabat menyebutkan :"kami melihat bekas tanah di dahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam mengering." Tetapi masjid beliau makmur, di situ beliau ajarkan Islam dan As Sunnah, beliau benahi akidah, ibadah , akhlaq umatnya sehingga mereka menjadi orang-orang mulia sehingga menaklukan persia, romawi, bahkan sampai ke daratan eropa dan cina.
Sebagian orang jahil yang mengetahui hadits ini masih saja berkilah dari celaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam ini dengan mengatakan :"...masjid di kota ini, di kota itu megah dan mewah masjidnya,.... saya lihat sendiri...padahal dihadapan dia ada hadits Rasulullah,.... mau dia benturkan fakta / kenyataan yang dia jumpai dengan hadits Rasulullah shalllahu 'alaihi wa salam." Padahal hadits Rasulullah shalllahu 'alaihi wa salam yang harus dia taati dan utamakan dibanding yang lainnya.
Jadi jangan samakan dengan manusia, karena manusia ada hak menuntut,...."saya sudah kerja sebulan, kenapa tidak diberikan gaji saya,....ini kedholiman, kurang gaji saya dari UMR, ..bisa lapor, bisa nuntut". Itu sesama manusia. Tidak demikian dengan Allah.
Disebut ajr sebagai upah padahal Allah Maha Kaya dan tidak membutuhkan amalan hamba-Nya karena mereka sendiri yang akan mendapatkan manfaatnya. Semua itu ihsan dan kebaikan murni yang Allah berikan kepada mereka. Karena yang memberikan taufiq juga Allah. Manusia bisa melakukan berbagai macam kebaikan ... siapa yang memberikan taufiq...? tentu Allah. Bahkan segalanya, tidak hanya taufiq. Adanya kekuatan, penglihatan, kehidupan sehingga bisa beramal shaleh ... dan sebagainya semua dari Allah.
Maka tidak ada ceritanya sama sekali haq seorang hamba yang bisa dituntut dari Allah, tetapi itu murni kebaikan dari Allah.
Hadits menjelaskan kepada kita anjuran untuk selalu menjaga kesucian dan kebersihan masjid karena sampai kotoran matapun Allah janjikan pahala orang yang membersihkannya padahal kecil sekali bahkan mungkin tidak kelihatan atau bahkan tidak terasa ada kotoran di matamu. Maka karena sangat diperintahkan menjaga kebersihan masjid, sampai barang sekecil itupun hendaknya disucikan masjid darinya. Dijaga kebersihannya (apalagi dari sesuatu yang najis) dari sesuatu yang mengganggu karena bau dan yang semacam itu, karena ini tempat untuk menghadap Allah.
Hadist ini juga menganjurkan pengagungan kita terhadap masjid, dijaga selalu dari segala yang menodai atau mengurangi kebersihan dan kesuciannya.
Kita dapati beberapa ulama besar (imam-imam sunnah) ketika di masjid (padahal masjidnya rapi dan bersih) begitu selesai shalat sunnah menuju iqomat, beliau mengambili kotoran-kotoran kecil/debu-debu. Tentunya kalau hambal ini gelap, seperti merah tua atau hijau tua, noda kecil akan terlihat. Menunjukkan semangat dan kesungguh-sungguhan dalam mengamalkan sunnah. Menjaga kebersihan dan keindahan masjid sebagai tempat ibadah, shalat, mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta'ala
Ini pula mengajarkan kepada kita untuk tidak meremehkan amal kebaikan sekecil apapun seperti kotoran mata, kertas kecil, plastik. Ada pahala bagi kamu dan kamu tidak tahu apa yang akan menolongmu di akherat kelak. Amalanmu yang besar atau yang kecil. Bisa jadi amalan kecil yang ikhlas dan hanya mengharap ridho Allah dan pahalanya ini yang akan menyelamatkanmu di akherat nanti, memberatkan timbanganmu, memasukkan kamu ke surga dan menyelamatkanmu dari neraka.
Hadits kalau berbicara tentang menjaga kebersihan dan kesucian masjid secara lahiriah maka terlebih lebih lagi dijaga perkara kemakmurannya agar masjid itu benar-benar berpahala bagi yang mewaqafkan tangannya, membangunnya, dan memiliki saham dalam pembangunannya. Dijaga kemakmurannya untuk shalat lima waktu, shalat jum'at, majelis ilmu dan ibadah kebaikan lainnya. Dijaga dari perkara yang merusak arti kemakmurannya, jangan sampai masjid itu malah menjadi pusat dan basis untuk tersebar luasnya sesuatu yang rusak, batil, yang menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya, melanggar dan tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah, jangan sampai menjadi pusat tempat tersebarnya semua itu karena itu jauh lebih penting daripada sekedar menjaga kebersihan masjid.
4. Bulughul Maram Bab Masjid-Masjid (Audio)
Bab Masjid-Masjid
Yang dimaksud hadits ini perintah shalat 2 rakaat sebelum duduk adalah tempat yang maruf dipakai shalat 5 waktu, shalat jum'at berjamaah, dan ia umum baik kecil maupun besar.
- Hadits menunjukkan disyariatkannya shalat 2 rakaat ketika kita masuk masjid. Kata-kata masuk masjid, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ (Jika kalian masuk masjid) artinya hal ini terkena pada setiap orang yang masuk masjid. Sifatnya umum. Lebih jelasnya :"Kamu baru datang dari rumah, masuk masjid, nunggu iqomat kamu shalat 2 rakaat, kemudian boleh duduk, begitu duduk (subhanallah) kamu lupa, buku ketinggalan di motor, kamu keluar ambil buku, lalu masuk masjid maka jangan duduk sebelum shalat 2 rakaat karena kamu teranggap terkena yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sabdakan (Jika kamu masuk masjid), karena kamu masuk masjid lagi. Maka jangan duduk sampai kamu shalat 2 rakaat. Atau pas kamu ada riak, ludah, ingus, keluar sebentar untuk mengeluarkan masuk lagi ke masjid terkena hadits ini. Maka disyariatkan shalat tahiyatul masjid ini.
2. Kisah di Bukhari-Muslim ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam khutbah jum'at. Di tengah-tengah khutbah ada seseorang terlambat, masuk lalu duduk untuk mendengarkan khutbah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Diberhentikan khutbah oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam guna mengingatkan orang ini, ditanyakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :"kamu sudah shalat? kata dia : "belum ya Rasulullah." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"berdiri, shalatlah dua rakaat".
Pendalilannya, bahwa sampai-sampai khutbahpun beliau putus, dalam keadaan orang pada menunggu dan betul-betul fokus terhadap apa yang beliau sampaikan dalam khutbah. Sampai dipentingkan sedemikian rupa khutbah sampai beliau putus untuk mengingatkan orang ini untuk shalat dua rakaat.
Artinya pendalilan mereka kalau memang perkaranya cuma sunnah, tidak akan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam begitu. Menunjukkan itu perkara wajib.
3. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam perintahkan dia shalat, begitu dia shalat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan khutbah. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam khutbah dan orang ini shalat, dan ketika shalat apakah dia mendengarkan khutbah? Tentu tidak, karena dia khusyu di dalam shalatnya. Padahal mendengarkan khutbah itu hukumnya wajib. Makanya sampai-sampai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Dan di sisi ini pula kesalahan sebagian orang ketika masuk masjid (terlambat), muadzin sedang adzan, kebanyakan orang apa yang dilakukan? Berdiri menunggu menjawab adzan sampai adzan selesai, setelah adzan khatib khutbah sementara dia shalat. Menjawab adzan apa hukumnya? hukumnya sunnah. Mendengarkan khutbah? hukumnya wajib. Maka sama sekali tidak benar bila kamu lebih mengutamakan yang sunnah dibandingkan dengan yang wajib karena ketika kamu shalat tidak mungkin kamu mendengarkan khutbah dengan baik. Maka yang benar, walaupun adzan sedang dikumandangkan kamu shalat sampai selesai. Tidak apa-apa kamu tidak menjawab adzan karena itu sunnah karena setelah itu kamu mendengarkan khutbah dan itu wajib hukumnya.
Ini adalah dalil-dalil yang dipegangi para ulama yang mengatakan tahiyatul masjid itu wajib dan pendalilan mereka sangat kuat yang mengarah kepada wajibnya 2 rakaat tahiyatul masjid.
Di sisi lain (mazhab lain) sebagian fuqaha yang mengatakan itu tidak wajib tetapi sunnah. Tentunya mereka punya beberapa dalil yang mereka pegangi antara lain :
"Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya oleh seseorang :"Apa yang wajib bagiku dari shalat?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"shalat lima waktu sehari semalam" Bertanya lagi orang ini:"Apa ada yang lain?"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Tidak ada, kecuali kalau kamu mau melakukan shalat-shalat sunnah".
Dari situ mereka pegangi bahwa tidak ada shalat yang wajib kecuali yang 5 ini yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya dan jelas-jelas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam katakan tidak ada kecuali yang 5 ini. Dan itu umum sifatnya. Itu pendalilan mereka.
Tetapi makna pertama yang menyatakan wajib mengkritiki pendalilan ini, dan ini bagus buat kita.
Cara dan metode para ulama kita adalah studi dalil. Orang mungkin punya dalil, dia menjelaskan pendalilannya. Begini sisi pendalilan saya dalam hadits ini, ayat ini, kamu masuk untuk mengkritik apa benar pendalilannya. Dikritik kalau memang tidak benar/pas/lemah sisi pendalilannya. Begitulah para ulama mendudukkan permasalahan bersama dalil-dalil.
Mazhab para ulama mengkritik pendalilan ini :
1. Mereka katakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab shalat 5 waktu, artinya shalat yang terus menerus. Harus dilakukan dalam setiap hari. Kalau pengertian shalat seperti itu, terus/rutin dilakukan setiap hari memang tidak ada kecuali 5 waktu shalat ini. Makanya kalau dipakai hadits ini dalam pendalilan tidak wajibnya shalat witir maka pas/benar. Kenapa? karena witir terus dilakukan tiap hari shalat malam. Witir pun ada khilaf, sebagian para ulama menyatakan wajibnya tetapi yang lebih benar itu tidak wajib, tetapi sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan). Pendalilan mereka yang menjawab tidak wajib hadits ini. Karena witir seperti shalat 5 waktu yang harus dilakukan rutin setiap malam. Shalat yang demikian tidak ada kecuali yang 5 ini, maka witir pun tidak masuk di dalamnya. Maka witir tidak wajib.
Adapun shalat tahiyatul masjid tidak sama sifatnya, dia bukan shalat yang terulang tiap kali/waktu seperti shalat fardhu setiap harinya. Maka berbeda. Dimana dia shalat yang diistilahkan para ulama sebagai dzawatus sabab (shalat yang punya sebab), apa sebabnya kamu shalat tahiyatul masjid? sebabnya karena kamu masuk masjid, kalau kamu tidak masuk masjid maka tidak wajib kamu shalat 2 rakaat.
Kalau shalat 5 waktu? Tidak ada sebabnya. Kamu masuk ataupun tidak masuk masjid, kamu di kendaraan/kapal, wajib kamu shalat. Maka pendalilannya tidak pas kalau dipakai tentang shalat 5 waktu. Menunjukkan tidak wajibnya shalat tahiyatul masjid.